Jumat, 27 Agustus 2010

Mengenal Sistem Produksi Tepat Waktu (Just In Time System)

I. Sistem Produksi Barat

Sistem produksi yang paling banyak dipakai saat ini adalah yang berasaldari Eropa dan Amerika. Sistem produksi tersebut dikenal sebagai sistem produksi western. Ciri-ciri dari sistem produksi ini antara lain:
· melakukan peramalan dalam menentukan kuantitas produksi,
· melakukan optimasi dalam penjadwalan produksi, penentuan kebutuhan bahan, penentuan kebutuhan mesin, pekerja, dll.
· terdapatnya departemen pengendalian kualitas,
· terdapatnya gudang receiver dan gudang warehouse sebagai penyimpanpersediaan, dll.

Secara garis besarnya adalah masih terdapatnya unsur- unsur probabilistik dalam melakukan keputusan untuk masalah-masalah sistem produksi. Filosofi dasar dari sistem produksi western adalah bagaimana mengoptimalkan unsur-unsur sistem produksi yang tersedia.

Hal ini memungkinkan karenanegara-negara barat waktu itu masih memiliki resourcess yang cukup banyak.

Pada tahun 1970-an terjadi krisis minyak bumi yang sangat mempengaruhi industri-industri barat sebagai consumer terbesar. Sedangkan Jepang tidak begitu terpengaruh krisis tersebut karena Jepang sudah biasa hemat dalammenggunakan resources khususnya minyak bumi. Akibatnya industri-industri barat mengalami kemerosotan sedangkan sebaliknya di Jepang justru mulai muncul.

Pada tahun 1980-an sistem produksi jepang mulai menunjukkankeunggulan-keunggulannya sedangkan barat justru baru mulai merekonstruksi dan merestrukturisasi sistem produksinya baik melalui teknik-teknik produksinya maupun manajemennya.
Pada tahun 1990-an Jepang nampak berkembang pesat dan jauh meninggalkan Eropa ataupun Amerika.


II. Sistem Produksi Jepang

Sistem produksi Jepang dikenal dengan nama Sistem Produksi Tepat-Waktu (Just In Time). Filosofi dasar dari sistem produksi jepang (JIT) adalah memperkecil ke mubadziran (Eliminate of Waste). Bentuk kemubadziran antara lain adalah kemubadziran dalam waktu, misalnya ada pekerja yang menganggur (idle time),mesin yang menganggur, waktu transport dalam pabrik tidak efisien, jadwal produksi yang tidak ditepati, keterlambatan material, lintasan produksi yangtidak seimbang sehingga terjadi bottle-neck, terlambatnya pengiriman barang,banyak-nya karyawan yang absen, dsb. Kemubadziran dalam material, misalnya terlalu banyak buangan (scraps,chips) akibat proses produksi, banyak terjadi kerusakan material atau material dalam proses, banyaknya material yang hilang, material yang usang, nilai material yang menurun akibat terlalu lama disimpan, dll. Kemubadziran dalam manajemen, misalnya terlalu banyak karyawan kantor,banyak terjadi mis-informasi antar departemen, banyaknya overlapping dalam penugasan, pelaksanaan tugas yang tidak efektif, sulit dalam koordinasi, dll. Jepang melakukan eliminate of waste karena jepang tidak punya resources yang cukup. Jadi dalam setiap melakukan pengambilan keputusan terutama untuk masalah produksi selalu menganut kepada prinsip efisiensi, efektifitas dan produktivitas. Untuk dapat melaksanakan eliminate waste Jepang melakukan strategi sebagai berikut :

- Hanya memproduksi jenis produk yang diperlukan
- Hanya memproduksi produk sejumlah yang dibutuhkan
- Hanya memproduksi produk pada saat diperlukan.

Tujuan utama dari sistem produksi JIT adalah untuk dapat memproduksi produk dengan Kualitas (quality) terbaik, Ongkos (cost) termurah, dan Pengiriman(delivery) pada saat yang tepat, dan disingkat QCD. Tujuan utama ini bisadicapai jika ketiga unsur berikut dapat dilaksanakan secara terpadu, yaitu melakukan pengendalian kuantitas dengan baik. Untuk dapat menentukan kuantitas yang tepat maka diperlukan sistem informasiyang baik. Sistem informasi untuk memproses produk tersebut di Jepangdikenal dengan istilah Kanban (kartu berjalan). Pelaksanakan pengendalian kuantitas akan berjalan dengan baik jika didukung oleh suplier dan consumer yang pasti dan tepat waktu. Jika hal ini dapat dilakukan maka kita akan dapat mengeliminir waste dalam material sehingga konsep Zerro Inventory dapat dilaksanakan. Melakukan pengendalian kualitas dengan baik.Dalam melakukan pengendalian kualitas di Jepang dikenal dengan istilah TQC (Total Quality Control). Tujuannya adalah untuk dapat memenuhi konsep Zero Defect. Didalam sistem produksi di jepang tidak ada departemen pengendalian kualitas, tetapi yang ada adalah Quality Assurance (jaminan kualitas).

Konsep zero defect tersebut akan dapat berjalan dengan baik jika parapekerja diberi kewenangan (otonomi), agar tidak memberikan hasil produk yangtidak baik ke rekan kerja berikutnya sehingga tidak menyusahkan pekerja lainnya. Menjunjung tinggi harkat kemanusiaan karyawan. Didalam sistem produksidikenal 5 faktor produksi yang penting agar produksi dapat berjalan denganbaik yang dikenal dengan istilah Lima M, yaitu Man, Machine, Material, Money, dan Method. JIT tidak ingin menganggap Man hanya sebagai salah satu faktor produksi saja, tetapi lebih dari itu yakni ingin mengangkat harkat karyawan sehingga karyawan tersebut merasa memiliki sebagian dari perusahaan. Untuk dapat melakukan ini ada 3 cara, yaitu :


a. Otonomi (kewenangan)
Karena karyawan sebagai pelaku dan penentu dalam proses produksi maka perlu kewenangan sehingga dapat mengambil keputusan-keputusan sesuai dengan batasan tugas dan tanggung jawabnya.

b. Flexibility
Karyawan perlu mengetahui dan bisa melakukan pekerjaan- pekerjaan lain diluar pekerjaannya. Hal ini dilakukan agar dapat mengurangi kebosanan (boredom) atau kejenuhan dan dapat melakukan subtitusi kerja lainnya jika karyawan yang ber-sangkutan absen. Ditinjau dari segi manajemen adalah menguntungkan dalam segi pengkoordinasian karena setiap karyawan mengerti akan keterkaitannya dan tugas-tugas rekan kerjanya yang lain. Dengan cara tersebut akan didapat karyawan yang bersifat multifungsi. Jika karyawan diarahkan kepada pekerjaan yang bersifat Spesialisasi saja maka akan muncul hal-hal negatif antara lain adalah kesulitan dalam mengkoordinasi karena timbulnyablok-blok atau pengkotakan antar job-nya masing-masing, tidak ada sifat gotong-royong dalam bekerja, antara karyawan tidak ada sifat kepedulian, dll.

c. Creativity
Jika wewenang, tanggung-jawab, job, dan flexibility sudah dimiliki setiap karyawan tetapi kreativitas belum tersalurkan maka akan muncul kejengkelan atau unek-unek dari karyawan tersebut. Untuk itu perlu adanya penyaluran kretivitas apakah dalam bentuk Urun rembug, brainstorming, atau yanglainnya. Dengan demikian akan terbentuk suatu Demokrasi dalam sistem produksi.

Sebagai penutup dapat dikatakan bahwa JIT sebenarnya berakar pada ilmu-ilmu barat. JIT dapat berjalan dan berhasil di Jepang karena didukung oleh budaya jepang yang sesuai. Jadi secara tidak langsung Jepang dapat memilih dan membudidayakan budaya asing yang baik untuk disesuaikan dan dikembangkan menjadi budayanya.


Sumber :
Irfan Riyadi
http://irfanriyadi83.blogspot.com/2009/05/mengenal-sistem-produksi-tepat-waktu.html
18 Mei 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar